Selasa, 10 Februari 2015

Kumpulan Ceramah Dhamma




Ceramah Dhamma Makna Pelimpahan Jasa oleh Suhu Xian Xing Desember 2014 Vihara pluit Dharma Sukha
Pelimpahan jasa dalam Buddhisme cukup sering menjadi bahan polemik. Karena antara aliran Theravada dan Mahayana maupun Tantrayana sepertinya ada perbedaan dalam pengertian serta objek pelimpahan jasa.
Dalam Theravada, Pelimpahan jasa mengacu pada Tirokudha Sutta dan cerita Yang Ariya Moggalana saat ingin membantu ibunya yang terlahir di alam neraka. Namun yang Ariya Moggalana yang sudah mempunyai kesaktian sangat tinggi pun tidak mampu menolong ibunya. Ketika meminta nasihat Buddha, maka Buddha meminta yang Ariya Moggalana untuk mengundang anggota Sangha dan berbuat kebaikan yang kemudian di limpahkan jasanya kepada ibunya. Ibu Yang Ariya Moggalana pun tertolong.
Meskipun dalam Abhinhapaccavekkhana dikatakan aku adalah pemilik karmaku sendiri, mewarisi karmaku sendiri, lahir dari karmaku sendiri, berhubungan dengan karmaku sendiri serta terlindung oleh karmaku sendiri. Namun pengertian tersebut tidak mengandung pemahaman bahwa makhluk lain sama sekali tidak dapat menolong kita.
Dalam kehidupan saat ini pun kita bisa melihat bahwa kita hidup saling tolong menolong. Hanya saja apakah kita pada saat dan kondisi tertentu bisa ditolong atau tidak bisa, di sinilah pengertian kita terlindung oleh karma kita sendiri berbicara, saat itu karma kita apakah mendukung atau tidak untuk kita menerima pertolongan. Jadi kita tidak selalu bisa di tolong dan tidak selalu tidak bisa ditolong.
Dalam ceramah dhamma di Vihara Pluit Dharma Sukha, Suhu Xian Xing menjelaskan macam macam pelimpahan jasa yang bisa dilakukan. Makna dalam setiap pelimpahan jasa adalah antara kita dan makhluk lain adalah satu. Tidak perlu melakukan perbuatan baik yang khusus dalam pelimpahan jasa. Dalam setiap melakukan perbuatan baik, yang penting kita harus melakukan nya secara tulus, bahkan dengan hanya memberikan senyuman kepada setiap orangpun kita sudah dapat melakukan pelimpahan jasa.





2. Hukum Paticcasamuppada

Hukum Paticcasamuppada Oleh Bhante Sri Pannavaro  (2001)
Hukum Paticcasamuppada merupakan satu hukum yang sangat penting dalam agama Buddha selain hukum Karma. Hukum Paticcasamuppada atau hukum sebab musabab yang saling bergantungan dapat menerangkan kenapa kita menderita dan bagaimana sebenarnya proses menghentikan penderitaan itu terjadi.
Hukum Paticcasamuppada menjelaskan bahwa segala sesuatu mesti ada sebab nya dan akibat yang ditimbulkan akan menjadi sebab untuk akibat yang lain nya muncul. Itulah mengapa dinamakan hukum sebab musabab yang saling bergantungan.
Saya pernah mendengarkan uraian Bhante Sri Pannavaro mengenai hukum Paticcasamuppada ini lebih dari 10 tahun yang lalu lewat sebuah keping VCD. Penjelasan Bhante Sri Pannavaro  mengenai hukum sebab musabab yang saling bergantungan tersebut  memang tidak panjang lebar dan hanya intinya saja,  jadi tidak komplit namun menurut saya cukup mudah untuk di cerna oleh umat awam. Sudah lama saya merencanakan untuk menaikkan nya ke ceramahdhamma.com, namun apa daya, saya tidak berhasil menemukan kembali VCD tersebut. Mungkin sudah saya berikan kepada orang lain yang saya anggap waktu itu lebih memerlukannya.
Keinginan tersebut pernah saya masukkan dalam satu komentar di ceramahdhamma.com dan dibaca oleh bapak Felix Sim seorang anggota ceramahdhamma.com yang sudah bergabung sejak tahun 2011. Karma baik untuk kita semua, Bapak Felix Sim ternyata memiliki file video rekaman uraian Bhante Sri Pannavaro mengenai Hukum Paticcasamuppada ini. Terima kasih kepada pak Felix Sim atas pemberian sharing file hukum paticcasamuppada ini kepada kita semua.
Bhante Sri Pannavaro memberikan uraian ini pada saat proses renovasi Vihara Buddhagaya Watugong Semarang. Berdasarkan hal itu maka saya perkirakan uraian ini berlangsung sekitar tahun 2001. Bhante Sri Pannavaro masih kelihatan muda pada saat itu, anda dapat melihat dari foto diatas yang saya ambil dari video rekamannya.
Sebenarnya lewat video anda bisa lebih memahami uraian hukum Paticcasamuppada ini, karena lewat gambar akan lebih mudah memahami uraian Bhante Sri Pannavaro. Oleh karena itu saya berusaha untuk juga meng upload file video tersebut lewat Youtube. Anda bisa melihatnya di YOUTUBE
Bagi anda yang kesulitan mengakses youtube dan hanya bisa mendengarkan lewat file audio yang saya berikan di tengah dan di ulang bagian bawah postingan ini, maka saya berusaha untuk membantu lewat beberapa gambar yang bisa anda download lebih dahulu. Jadi sambil mendengarkan file audionya anda bisa sambil melihat gambarnya.
Pertama sekali yang perlu anda lihat adalah gambar dari Hukum Paticcasamuppada itu seperti dibawah ini. Saya berikan dalam ukuran file yang cukup besar 1254×1600 pixel (553 KB).
Anda bisa mendownloadnya dengan cara klik kanan gambar tersebut lalu pilih ‘Save Image as’.
Bhante Sri Pannavaro seperti yang telah saya jelaskan diatas, memang tidak menjelaskan semua bagian gambar dari ‘diagram’ hukum Paticcasamuppada, hanya point utama yaitu dua belas mata rantai hukum paticcasamuppada.
Bhante Sri Pannavaro memulai uraiannya  dari gambar yang ditengah tengah giagram paticcasamuppada berupa gambar seekor ayam, seekor ular dan seekor babi. Ketiga hewan tersebut melambangkan sifat dasar dari setiap manusia yaitu lobha, dosa dan moha.
Babi melambangkan sifat moha atau kebodohan batin kita. Ayam melambangkan sifat lobha atau keserakahan kita dan ular melambangkan sifat dosa atau kebencian, kemarahan, atau sifat penolakan kita.
Itulah sifat dasar kita yang menyebabkan kita terus menerus menderita dalam kehidupan yang berulang ulang.
Moha atau kebodohan batin adalah ketidakmampuan kita untuk membedakan mana yang baik mana yang buruk, mana yang benar dan mana yang salah. Moha membuat batin kita gelap atau bisa disebut juga Avijja (kegelapan batin).








3. Sakit Tua Mati Bukanlah Sebab Penderitaan

Sakit Tua Mati Bukanlah Sebab Penderitaan. Oleh: Bhante Sri Pannavaro Mahathera. VPDS Asadha 9 Agustus 2014
Dalam empat kesunyataan mulia dikatakan hidup ini adalah dukkha, penuh ketidakpuasan. Lahir, tua, sakit dan mati adalah dukkha. Tetapi sakit tua dan mati bukanlah sebab dari penderitaan. Apakah anda bingung dengan kalimat diatas?
Sesungguhnya ajaran Buddha Gautama jika ingin di ringkas menjadi satu kalimat hanyalah berisi tentang penderitaan dan lenyapnya penderitaan. Tidak lebih dan tidak kurang. Kita selalu diingatkan bahwa hidup ini menderita dan anda harus melakukan apa yang diajarkan Buddha untuk dapat melenyapkan penderitaan.
Kita semua dapat merasakan bahwa kelahiran membawa penderitaan. Sakit adalah menderita. Tua adalah penderitaan dan mati adalah penderitaan. Namun bhante Sri Pannavaro mengatakan, walaupun sakit adalah menderita tetapi sakit atau penyakit itu bukanlah yang menyebabkan anda menderita. Demikian juga menjadi tua merupakan penderitaan, tetapi tua itu sendiri atau ke-tua-an itu bukanlah sebab dari penderitaan kita. Penjelasan yang sama berlaku juga dengan kematian.
Kita tahu Buddha semasa masih hidup pun sudah terbebas dari penderitaan. Namun Buddha tetap mengalami tua, sakit dan meninggal (parinibbana) dalam hidupnya. Jadi jelas lah jika sakit, tua dan mati bukanlah sebab dari penderitaan karena Buddha tidak menderita karena sakit, tua dan mati.
Jika sakit itu menderita namun bukan sebab dari penderitaan, lalu apa yang menyebabkan kita menderita saat sakit? Apa yang menyebabkan kita menderita saat tua dan mati?  Sakit, tua dan mati hanyalah suatu bentu aksi. Reaksi pikiran kita terhadap sakit, tua dan mati itulah yang menyebabkan kita menderita.








4. Empat Jenis Kesombongan
Empat Jenis Kesombongan. Oleh: Dr. Dharma K. Widya
Kesombongan dalam agama Buddha tidak hanya menyangkut hal yang bersifat lebih dibandingkan orang lain. Agama Buddha melihat kesombongan dalam definisi membanding-bandingkan dengan orang lain. Jika kita sudah mempunyai pikiran membandingkan diri sendiri dengan orang lain apapun hasilnya apakah lebih bagus, sama atau malah lebih jelek, semuanya sudah termasuk dalam kesombongan.
Romo Dharma K Widya dalam ceramah Dhammanya pada bulan April 2014 di Vihara Pluit Dharma Sukha menerangkan ada empat jenis kesombongan berdasarkan penyebab yang dapat timbul dalam diri manusia, yaitu:
1. Kesombongan yang muncul akibat kelahiran.
2. Kesombongan yang muncul akibat kepemilikan/harta/kekayaan.
3. Kesombongan yang muncul akibat dari penampilan.
4. Kesombongan yang muncul akibat dari kecerdasan dan ilmu yang dimiliki.

Kesombongan sangat sulit di berantas. Berdasarkan tingkatannya kesombongan memiliki banyak level mulai dari yang sangat kasar sampai yang sangat halus sehingga tidak sadar bahwa itu merupakan kesombongan.
Lebih mudah mengatasi nafsu indria dibandingkan mengatasi kesombongan. Dasar pemikirannya adalah nafsu indria pada tingkat kesucian ke dua atau Sakadagami sudah dapat dilemahkan dan dihilangkan total setelah seseorang telah mencapai tingkat kesucian ketiga atau Anagami. Kesombongan hanya baru dapat dihilangkan setelah seseorang telah mencapai tingkat kesucian tertinggi atau Arahat. Pada tingkat Anagami seseorang masih memiliki kesombongan yang halus. Jadi bisa dikatakan lebih mudah menghilangkan nafsu indria dibandingkan melenyapkan kesombongan.







5. Menjawab Tantangan Hidup

Menjawab Tantangan Hidup. oleh: dr. Ratna Surya Widya.   Maret 2014
Semua manusia mempunyai tantangan hidup yang harus dijawab. Tantangan hidup ber beda-beda antar manusia. Waktu yang berbeda pun akan menimbulkan tantangan hidup yang berbeda pada satu manusia.
Saat masih ber status pelajar atau mahasiswa, tantangan hidup nya mungkin berupa bagaimana bisa naik kelas dengan hasil bagus. Setelah ber keluarga tantangan hidup pun berubah kembali menjadi bagaimana bisa mencari uang dan sebagainya.
Tantangan hidup masuk dalam kategori austress, sedangkan tekanan hidup masuk ke dalam distress.  Kalau boleh dikatakan secara gampang austress masih tergolong positif sementara distress tergolong negatif.
Stress bisa saja mendadak muncul. Apa yang terjadi jika ada dokter memvonis anda menderita kanker stadium 4? Anda akan menganggap nya sebagai austress atau distress? sebaiknya anggap itu sebagai austress. sebagai suatu tantangan hidup untuk bisa sembuh.
Tantangan hidup diperlukan oleh setiap orang. Bayangkan jika seseorang sudah tidak mempunyai tantangan hidup lagi. Orang itu bisa saja bunuh diri karena sudah merasa sudah tidak memiliki harapan maupun target yang harus dicapai dalam hidup ini.
Pernahkah anda merasa bahwa untuk dapat menjalankan Buddha Dhamma dalam kehidupan sehari-hari juga merupakan tantangan hidup? Apalagi jika ada seseorang yang mempunyai tantangan untuk bisa mencapai tahap sotapana dalam kehidupan ini juga. itu merupakan tantangan hidup yang memerlukan usaha yang besar sekali untuk bisa menjawabnya.
Romo dr. Ratna Surya Widya yang juga merupakan seorang dokter jiwa menguraikan tentang tantangan hidup serta 4 cara untuk bagaimana menjawab tantangan hidup tersebut. apa 4 hal yang harus dimiliki setiap orang dalam menjawab tantangan hidup tersebut?
Dalam ceramah Dhamma di vihara Pluit Dharma Sukha 2 Maret 2014, dr. Ratna Surya Widya memberi tahu mengenai 4 hal tersebut yang harus di miliki oleh seseorang dalam menjawab tantangan hidup nya.


6. Tukarkan Uang Anda Segera

Tukarkan Uang Anda Segera.  Oleh: Bhante Kamsai Sumano Mahathera  Mei 2014
Anda sering mendengar bahwa uang tidak bisa anda bawa mati. benar sekali. Lalu apa gunanya kita mencari uang banyak banyak di dunia ini? Jawaban pertanyaan itu tentu saja akan sangat beragam, sesuai dengan pandangan dari si penjawab terhadap manfaat memiliki uang yang banyak dalam dunia ini.
Jika kita merencanakan untuk pergi ke negara lain, salah satu hal yang akan kita lakukan adalah membawa uang sesuai dengan mata uang negara yang kita kunjungi. Kita akan tenang pergi ke suatu negara jika sudah memegang mata uang negara tersebut. Bhante Kamsai pernah mengalami kesulitan saat pertama kali tiba di Indonesia tanpa membawa uang rupiah.
Kalau hanya pergi ke negara lain, mudah saja menukarkan mata uang yang kita miliki. Tinggal tukar di bank atau money changer. Kalau kita meninggal dan pindah ke alam lain, mata uang apa yang berlaku di alam itu? Apakah ada sistim money changer disana?
Kita tidak bisa memastikan kapan kita akan meninggal. Sudahkah anda menyiapkan mata uang alam lain? Mata uang alam lain yang sangat kita butuhkan adalah kebajikan. Anda dapat menukarkan segera uang dan harta anda sebanyak-banyaknya dengan kebajikan.  Jika anda tidak mau menyiapkan nya juga tidak apa-apa. Tanpa mata uang tersebut, maka anda akan dilahirkan di alam yang memang tidak memerlukan mata uang kebajikan yaitu alam binatang, alam setan dan neraka.
Jadi tukarkan uang anda segera. Gunakan uang anda untuk menanam kebajikan sebanyak-banyaknya. Jadi secara tidak langsung anda bisa membawa uang anda ke alam lain jika sudah ditukar dengan kebajikan.




7. Buddhism adalah Mentransformasi

Buddhism adalah Mentransformasi  oleh Bhante Dr. Sumana Siri
Buddhism adalah mentransformasi dalam pengertian Agama Buddha bukalah sekedar ajaran atau hanya memberikan informasi tetapi mentransformasi atau membawa perubahan tentunya ke arah kebaikan. Demikian dikatakan oleh Bhante Dr. Sumana Siri. Bhante Dr. Sumana Siri lahir di Malaka dari orng tua pasangan suami istri Singapore. Umur 11 tahun ditahbiskan menjadi Bhikkhu yang merupakan pertama kali terjadi di Singapore. Lebih lengkap mengenai beliau dapat di cari lewat google dengan kata kunci Dr. Sumana Siri.
Bhante dr. Sumana Siri hadir di Indonesia atas undangan dari Vihara pluit Dharma Sukha untuk memberikan ceramah dalam perayaan Kathina tahun 2013 di VPDS Jakarta.
Kembali ke topik di atas, Agama Buddha adalah agama yang membawa perubahan ke arah kebaikan. Dengan demikian seseorang yang mengaku beragama Buddha haruslah dapat membawa perubahan ke arah kebaikan minimal dalam lingkungan keluarga sendiri.
Banyak orang yang salah mengerti tentang agama Buddha. Kesalahan itu pun terjadi pada penulis penulis Buddhis. Agama Buddha tidak lah mengajarkan negativeisme maupun pesimisme. Agama Buddha menyelami dan mengakui penderitaan justru untuk dapat melenyapkan penderitaan tersebut.
Dalam empat kesunyataan mulia hal tersebut sangat jelas terlihat. Butir ketiga dari empat kesunyataan mulia menerangkan tentang akhir dari Dukha atau penderitaan dan butir ke empat dari empat kesunyataan mulia menerangkan dan mengajarkan kita bagaimana caranya atau jalan untuk melenyapkan penderitaan.
Agama Buddha juga tidak melulu mengajarkan tentang kehidupan setelah kematian ataupun hanya membicarakan Nibbana. Selain mengajarkan kebahagiaan dari para rohaniwan Buddhis (para Bhikkhu/anggota Sangha), Agama Buddha juga menerangkan tentang adanya empat kebahagiaan yang dapat dimiliki oleh para umat perumah tangga atau umat awam.
Empat kebahagiaan para perumah tangga adalah:
  1. Kebahagiaan ketika menjadi kaya, memiliki banyak materi
  2. Kebahagiaan dalam memanfaatkan materi tersebut
  3. Kebahagiaan akibat tidak berhutang
  4. Kebahagiaan hidup tanpa cela.
Empat kebahagiaan para perumah tangga diatas diterangkan oleh Bhante Dr. Sumana Siri dalam ceramah Dhamma pada perayaan Kathina tahun 2013 Vihara Pluit Dharma Sukha

8. Merencanakan Keuangan Keluarga

Merencanakan Keuangan Keluarga. oleh: D.S. Marga Singgih Vihara Pluit Dharma Sukha September 2014
Apakah Buddha pernah mengajarkan bagaimana merencanakan keuangan keluarga? Selain membagi penghasilan ke dalam empat bagian terpisah sesuai anjuran Buddha dalam Sigalovada Sutta, apakah ada petunjuk lainnya? Dalam Sigalovada Sutta pun sebenarnya Buddha sangatlah umum dalam memberikan petunjuknya. Buddha hanya mengatakan untuk membagi empat bagian kekayaan kita dalam satu bagian untuk di manfaatkan dalam kebutuhan hidup, dua bagian untuk usaha serta satu bagian lagi untuk disimpan, sosial dan cadangan saat dibutuhkan. Tidak ada penjelasan apakah masing masing bagian sebesar 25% atau bukan.
Saya pribadi belum menemukan petunjuk lain dari Buddha yang lebih detail dalam hal bagaimana mengatur kekayaan keluarga. Meskipun demikian Buddha tidak melarang murid muridnya untuk mengumpulkan kekayaan. Tentu saja kekayaan yang didapatkan lewat mata pencaharian yang benar seperti yang dijelaskan dalam jalan utama ber-ruas delapan.
Jika kita memahami dengan baik ajaran Buddha, meskipun tidak dijelaskan secara langsung, Buddha menunjukkan bahwa uang yang kita miliki harus dapat menunjang kita untuk bisa mengikis lobha (keserakahan), dosa (penolakan terhadap sesuatu/kebencian) dan moha (kebodohan batin/ketidak mampuan melihat mana yang berupa ajaran kebenaran dan bukan). Kekayaan kita pun seharusnya di pergunakan sebaik baiknya sebagai penunjang kita dalam berlatih Sila, Samadhi agar dapat menembus Panna.
Dalam Kebaktian hari Minggu di Vihara Pluit Dharma Sukha, Bapak Marga Singgih menjelaskan lewat pengalaman dan pengetahuan beliau, bagaimana kita dapat merencanakan keuangan keluarga kita. Bagaimana sebaiknya kita mengelola kekayaan keluarga kita. Bapak Marga Singgih dalam kehidupan sehari harinya selain sebagai pembabar Dhamma yang aktif, juga merupakan seorang pengusaha. Ceramah Dhamma bapak Marga Singgih di bantu dengan slide power point, namun tanpa power point tersebut pun anda bisa mengerti apa yang dibabarkan oleh bapak Marga Singgih tentang bagaimana merencanakan keuangan keluarga.
Ada satu hal hukum mendasar dalam Buddhisme yang menyangkut apa yang dapat kita peroleh yaitu anda tidak mungkin dapat memperoleh sebelum memberikan. Apa yang anda dapatkan saat ini adalah hasil dari apa yang telah anda berikan. Apa yang akan anda dapatkan nanti merupakan hasil dari apa yang telah anda berikan saat ini. Silakan anda merenungkan hukum tersebut.


9. Kasih Sayang Ibu (Sebuah Renungan)

Kasih Sayang Ibu (Sebuah Renungan) oleh: Sri Pannavaro Mahathera
Ceramah Dhamma dengan tema kasih sayang ibu oleh Bhante Sri Pannavaro Mahathera ini saya dapatkan dari sebuah audio CD yang diterbitkan oleh DPP PATRIA. Tidak disebutkan dalam CD tersebut kapan dan dimana khotbah ini dibawakan oleh beliau.
Dalam agama Buddha kedudukan seorang ibu sangat lah istimewa. Dalam Mangala Sutta disebutkan bahwa menyokong ayah dan ibu merupakan suatu berkah utama. Kita mungkin mengatakan bahwa kasih sayang ibu adalah tema sangat sederhana, namun pada praktek kehidupan kita sehari-hari apakah kita sungguh sungguh sudah menyadari besarnya kasih sayang ibu kita? dan sudah berusaha untuk membalas budinya?. Jika merasa sudah membalas apakah dengan cara yang benar?
Banyak kasus di sekeliling kita yang menggambarkan putra putri yang tidak berbakti pada orang tuanya. Banyak alasan yang menimbulkan hal itu. Bisa masalah ekonomi, masalah keluarga, bahkan masalah agama juga bisa membuat seorang anak mengakibatkan orang tuanya menjadi sedih dan menderita.
Cukup banyak kasus yang kita dengar karena alasan seorang anak merasa agamanya yang paling benar dan agama orang tuanya salah maka dia bisa mengancam untuk tidak mau mengurus orangtuanya sendiri jika tidak ikut agamanya. Mungkin dia merasa niatnya baik. Tetapi niat itu benar jika alasannya itu benar, dan dengan cara yang juga harus benar bukan dengan paksaan atau ancaman yang justru membuat orangtuanya merasa menderita.
Agama Buddha juga mengajarkan bahwa untuk dapat membalas budi kepada orang tua, maka seorang anak harus bisa membuat orangtuanya mempunyai sila yang baik dan mengerti Dhamma serta hukum hukumnya. Tetapi sepanjang pengetahuan saya itu bukanlah berarti bahwa seorang anak Buddhis baru bisa membalas budi orangtuanya jika bisa membuat orangtuanya juga beragama Buddha.
Menjalankan sila dan mempraktekkan Buddha Dhamma serta hukum hukumnya tidak identik dengan harus beragama Buddha. Ada orang yang bukan beragama Buddha namun pada prakteknya dia menjalankan sila dan mengerti tentang yang baik akan berakibat baik dan melakukan yang buruk akan berakibat buruk. Bandingkan dengan orang yang mengaku Buddhis tetapi tidak menjalankan sila dan tidak mengerti ajaran Buddha. Mana yang Buddhis menurut anda? Hidup sesuai Buddha Dhamma tidak perlu harus beragama Buddha. Buddha Dhamma bukanlah berupa ritual keagamaan yang dangkal.
Mari kita kembali dalam topik Kasih Sayang Ibu ini. Sebagai seorang anak Buddhis yang baik maka kita harus membalas budi orangtua kita terutama ibu kita. Bhante Sri Pannavaro menerangkan caranya dalam ceramah renungan kasih sayang ibu ini. Namun jika orangtua kita punya keyakinan lain maka menurut hemat saya membalas budinya bukan dengan memaksanya menjadi beragama Buddha tetapi mulai dengan memberikan contoh prilaku kita sendiri yang baik kemudian secara perlahan lahan mengajarkan tentang sila dan Dhamma serta hukum hukumnya. Jika kita bisa membuat orangtua kita hidup sesuai Buddha Dhamma maka kita sudah membalas budi mereka.

10. Membantu Orang Tua Menghadapi Kehidupan

Membantu Orang Tua Menghadapi kehidupan. Oleh: Rudy Arijanto
Apakah yang dimaksud dengan membantu orang tua menghadapi kehidupan dalam ceramah Dhamma kali ini? bukankah Membantu orang tua kita dalam menghadapi kehidupan merupakan hal yang sudah jelas dan merupakan tanggung jawab kita sebagai putra putrinya.
Sebenarnya maksud saya adalah membantu orang tua kita dalam menghadapi kehidupan sebagai lansia. Kalau lebih tepatnya adalah membantu orang tua kita menghadapi kematian. Walaupun sebagai Buddhis kita tidaklah boleh alergi membicarakan tentang kematian. Buddha malah mengatakan kita harus kerap kali merenungkan tentang kematian. Namun agar tidak terlalu menyeramkan bagi sebagian orang yang membaca, maka judulnya saya perlunak menjadi membantu orang tua menghadapi kehidupan.
Bapak Rudy Arijanto dalam ceramah Dhamma di awal tahun 2014 di Vihara Pluit Dharma Sukha mengingatkan kita bahwa usia kita sudah bertambah satu tahun. Secara tersirat ini juga berarti kita satu tahun semakin dekat menuju kematian. Bagi kita yang sudah berumur atau yang masih mempunyai orang tua yang sudah uzur/lansia, apa yang harus kita perhatikan dengan makin dekatnya kita menuju kematian?
Lebih dari tiga puluh tahun yang lampau saat saya berada di Cetiya gang Jago Petak Sembilan Jakarta, Saya mendengar obrolan beberapa orang yang tengah membicarakan tujuan hidup manusia. Satu orang mengatakan sebenarnya tujuan manusia tentu saja berbeda-beda, tetapi ada satu tujuan hidup yang sama yang harus dimiliki oleh semua orang. Tujuan hidup manusia itu adalah untuk mempersiapkan kematian. Obrolan itu berkesan dalam pikiran saya sehingga masih saya ingat sampai sekarang. saya masih samar bisa mengingat wajah orang tersebut, tetapi saya sudah lupa namanya, karena tidak akrab dengan orang tersebut.
Kita boleh sibuk mengejar cita cita dan tujuan hidup kita yang lainnya tetapi apakah kita masih meluangkan waktu untuk mempersiapkan tujuan hidup kita yang mendasar yaitu mempersiapkan kematian kita.


Sebagai Buddhis yang baik tentu saja kita sudah maklum apa yang harus kita persiapkan untuk menghadapi kematian. Jika kita masih mempunyai orang tua, apa yang bisa kita lakukan untuk membantu mereka menghadapi kematian?
Bapak Rudy Arijanto menjelaskan ada 4 hal yang bisa kita lakukan sebagai anak untuk membantu orang tua kita dalam menghadapi kehidupan lanjut usia mereka. Tentu saja sebagai Romo yang banyak mengerti tentang tradisi Tionghoa, beliau juga sempat menyelipkan tentang tujuan serta makna dari beberapa tradisi atau kebiasaan orang Tionghoa. Tradisi ini sering di salah mengerti oleh orang yang menjalankannya, apalagi bagi orang yang sekedar melihat kegiatan tersebut. Hal itu bisa dimaklumi karena mereka hanya mengikuti apa yang dilakukan oleh para orang tua pendahulu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar