Pelimpahan
jasa dalam Buddhisme cukup sering menjadi bahan polemik. Karena antara aliran
Theravada dan Mahayana maupun Tantrayana sepertinya ada perbedaan dalam
pengertian serta objek pelimpahan jasa.
Dalam
Theravada, Pelimpahan jasa mengacu pada Tirokudha Sutta dan cerita Yang Ariya
Moggalana saat ingin membantu ibunya yang terlahir di alam neraka. Namun yang
Ariya Moggalana yang sudah mempunyai kesaktian sangat tinggi pun tidak mampu
menolong ibunya. Ketika meminta nasihat Buddha, maka Buddha meminta yang Ariya
Moggalana untuk mengundang anggota Sangha dan berbuat kebaikan yang kemudian di
limpahkan jasanya kepada ibunya. Ibu Yang Ariya Moggalana pun tertolong.
Meskipun
dalam Abhinhapaccavekkhana dikatakan aku adalah pemilik karmaku sendiri,
mewarisi karmaku sendiri, lahir dari karmaku sendiri, berhubungan dengan
karmaku sendiri serta terlindung oleh karmaku sendiri. Namun pengertian
tersebut tidak mengandung pemahaman bahwa makhluk lain sama sekali tidak dapat
menolong kita.
Dalam
kehidupan saat ini pun kita bisa melihat bahwa kita hidup saling tolong
menolong. Hanya saja apakah kita pada saat dan kondisi tertentu bisa ditolong
atau tidak bisa, di sinilah pengertian kita terlindung oleh karma kita sendiri
berbicara, saat itu karma kita apakah mendukung atau tidak untuk kita menerima
pertolongan. Jadi kita tidak selalu bisa di tolong dan tidak selalu tidak bisa
ditolong.
Dalam
ceramah dhamma di Vihara Pluit Dharma Sukha, Suhu Xian Xing menjelaskan macam
macam pelimpahan jasa yang bisa dilakukan. Makna dalam setiap pelimpahan jasa
adalah antara kita dan makhluk lain adalah satu. Tidak perlu melakukan
perbuatan baik yang khusus dalam pelimpahan jasa. Dalam setiap melakukan
perbuatan baik, yang penting kita harus melakukan nya secara tulus, bahkan
dengan hanya memberikan senyuman kepada setiap orangpun kita sudah dapat
melakukan pelimpahan jasa.
2. Hukum Paticcasamuppada
Hukum Paticcasamuppada Oleh Bhante Sri Pannavaro (2001)
Hukum
Paticcasamuppada merupakan satu hukum yang sangat penting dalam agama Buddha
selain hukum Karma. Hukum Paticcasamuppada atau hukum sebab musabab yang saling
bergantungan dapat menerangkan kenapa kita menderita dan bagaimana sebenarnya
proses menghentikan penderitaan itu terjadi.
Hukum
Paticcasamuppada menjelaskan bahwa segala sesuatu mesti ada sebab nya dan
akibat yang ditimbulkan akan menjadi sebab untuk akibat yang lain nya muncul.
Itulah mengapa dinamakan hukum sebab musabab yang saling bergantungan.
Saya
pernah mendengarkan uraian Bhante Sri Pannavaro mengenai hukum Paticcasamuppada
ini lebih dari 10 tahun yang lalu lewat sebuah keping VCD. Penjelasan Bhante
Sri Pannavaro mengenai hukum sebab musabab yang saling bergantungan
tersebut memang tidak panjang lebar dan hanya intinya saja, jadi
tidak komplit namun menurut saya cukup mudah untuk di cerna oleh umat awam.
Sudah lama saya merencanakan untuk menaikkan nya ke ceramahdhamma.com, namun
apa daya, saya tidak berhasil menemukan kembali VCD tersebut. Mungkin sudah
saya berikan kepada orang lain yang saya anggap waktu itu lebih memerlukannya.
Keinginan
tersebut pernah saya masukkan dalam satu komentar di ceramahdhamma.com dan
dibaca oleh bapak Felix Sim seorang anggota ceramahdhamma.com yang sudah
bergabung sejak tahun 2011. Karma baik untuk kita semua, Bapak Felix Sim
ternyata memiliki file video rekaman uraian Bhante Sri Pannavaro mengenai Hukum
Paticcasamuppada ini. Terima kasih kepada pak Felix Sim atas pemberian sharing
file hukum paticcasamuppada ini kepada kita semua.
Bhante
Sri Pannavaro memberikan uraian ini pada saat proses renovasi Vihara Buddhagaya
Watugong Semarang. Berdasarkan hal itu maka saya perkirakan uraian ini
berlangsung sekitar tahun 2001. Bhante Sri Pannavaro masih kelihatan muda pada
saat itu, anda dapat melihat dari foto diatas yang saya ambil dari video rekamannya.
Sebenarnya
lewat video anda bisa lebih memahami uraian hukum Paticcasamuppada ini, karena
lewat gambar akan lebih mudah memahami uraian Bhante Sri Pannavaro. Oleh karena
itu saya berusaha untuk juga meng upload file video tersebut lewat Youtube.
Anda bisa melihatnya di YOUTUBE
Bagi
anda yang kesulitan mengakses youtube dan hanya bisa mendengarkan lewat file
audio yang saya berikan di tengah dan di ulang bagian bawah postingan ini, maka
saya berusaha untuk membantu lewat beberapa gambar yang bisa anda download
lebih dahulu. Jadi sambil mendengarkan file audionya anda bisa sambil melihat
gambarnya.
Pertama
sekali yang perlu anda lihat adalah gambar dari Hukum Paticcasamuppada itu seperti
dibawah ini. Saya berikan dalam ukuran file yang cukup besar 1254×1600 pixel
(553 KB).
Anda
bisa mendownloadnya dengan cara klik kanan gambar tersebut lalu pilih ‘Save
Image as’.
Bhante
Sri Pannavaro seperti yang telah saya jelaskan diatas, memang tidak menjelaskan
semua bagian gambar dari ‘diagram’ hukum Paticcasamuppada, hanya point utama yaitu
dua belas mata rantai hukum paticcasamuppada.
Bhante
Sri Pannavaro memulai uraiannya dari gambar yang ditengah tengah giagram
paticcasamuppada berupa gambar seekor ayam, seekor ular dan seekor babi. Ketiga
hewan tersebut melambangkan sifat dasar dari setiap manusia yaitu lobha, dosa
dan moha.
Babi
melambangkan sifat moha atau kebodohan batin kita. Ayam melambangkan sifat
lobha atau keserakahan kita dan ular melambangkan sifat dosa atau kebencian,
kemarahan, atau sifat penolakan kita.
Itulah
sifat dasar kita yang menyebabkan kita terus menerus menderita dalam kehidupan
yang berulang ulang.
Moha
atau kebodohan batin adalah ketidakmampuan kita untuk membedakan mana yang baik
mana yang buruk, mana yang benar dan mana yang salah. Moha membuat batin kita
gelap atau bisa disebut juga Avijja (kegelapan batin).
3. Sakit Tua Mati Bukanlah Sebab Penderitaan
Sakit
Tua Mati Bukanlah Sebab Penderitaan. Oleh: Bhante Sri Pannavaro Mahathera. VPDS
Asadha 9 Agustus 2014
Dalam
empat kesunyataan mulia dikatakan hidup ini adalah dukkha, penuh ketidakpuasan.
Lahir, tua, sakit dan mati adalah dukkha. Tetapi sakit tua dan mati bukanlah
sebab dari penderitaan. Apakah anda bingung dengan kalimat diatas?
Sesungguhnya
ajaran Buddha Gautama jika ingin di ringkas menjadi satu kalimat hanyalah
berisi tentang penderitaan
dan lenyapnya penderitaan. Tidak lebih dan tidak kurang. Kita selalu
diingatkan bahwa hidup ini menderita dan anda harus melakukan apa yang
diajarkan Buddha untuk dapat melenyapkan penderitaan.
Kita
semua dapat merasakan bahwa kelahiran membawa penderitaan. Sakit adalah
menderita. Tua adalah penderitaan dan mati adalah penderitaan. Namun bhante Sri
Pannavaro mengatakan, walaupun sakit adalah menderita tetapi sakit atau
penyakit itu bukanlah yang menyebabkan anda menderita. Demikian juga menjadi
tua merupakan penderitaan, tetapi tua itu sendiri atau ke-tua-an itu bukanlah
sebab dari penderitaan kita. Penjelasan yang sama berlaku juga dengan kematian.
Kita
tahu Buddha semasa masih hidup pun sudah terbebas dari penderitaan. Namun
Buddha tetap mengalami tua, sakit dan meninggal (parinibbana) dalam hidupnya.
Jadi jelas lah jika sakit, tua dan mati bukanlah sebab dari penderitaan karena
Buddha tidak menderita karena sakit, tua dan mati.
Jika
sakit itu menderita namun bukan sebab dari penderitaan, lalu apa yang
menyebabkan kita menderita saat sakit? Apa yang menyebabkan kita menderita saat
tua dan mati? Sakit, tua dan mati hanyalah suatu bentu aksi. Reaksi
pikiran kita terhadap sakit, tua dan mati itulah yang menyebabkan kita
menderita.
4. Empat Jenis Kesombongan
Empat Jenis
Kesombongan. Oleh: Dr. Dharma K. Widya
Kesombongan
dalam agama Buddha tidak hanya menyangkut hal yang bersifat lebih dibandingkan
orang lain. Agama Buddha melihat kesombongan dalam definisi
membanding-bandingkan dengan orang lain. Jika kita sudah mempunyai pikiran
membandingkan diri sendiri dengan orang lain apapun hasilnya apakah lebih
bagus, sama atau malah lebih jelek, semuanya sudah termasuk dalam kesombongan.
Romo
Dharma K Widya dalam ceramah Dhammanya pada bulan April 2014 di Vihara Pluit
Dharma Sukha menerangkan ada empat jenis kesombongan berdasarkan penyebab yang
dapat timbul dalam diri manusia, yaitu:
1. Kesombongan
yang muncul akibat kelahiran.2. Kesombongan yang muncul akibat kepemilikan/harta/kekayaan.
3. Kesombongan yang muncul akibat dari penampilan.
4. Kesombongan yang muncul akibat dari kecerdasan dan ilmu yang dimiliki.
Kesombongan
sangat sulit di berantas. Berdasarkan tingkatannya kesombongan memiliki banyak
level mulai dari yang sangat kasar sampai yang sangat halus sehingga tidak
sadar bahwa itu merupakan kesombongan.
Lebih
mudah mengatasi nafsu indria dibandingkan mengatasi kesombongan. Dasar
pemikirannya adalah nafsu indria pada tingkat kesucian ke dua atau Sakadagami
sudah dapat dilemahkan dan dihilangkan total setelah seseorang telah mencapai
tingkat kesucian ketiga atau Anagami. Kesombongan hanya baru dapat dihilangkan
setelah seseorang telah mencapai tingkat kesucian tertinggi atau Arahat. Pada
tingkat Anagami seseorang masih memiliki kesombongan yang halus. Jadi bisa
dikatakan lebih mudah menghilangkan nafsu indria dibandingkan melenyapkan
kesombongan.
5. Menjawab Tantangan Hidup
Menjawab Tantangan Hidup. oleh: dr. Ratna Surya Widya. Maret 2014
Semua
manusia mempunyai tantangan hidup yang harus dijawab. Tantangan hidup ber
beda-beda antar manusia. Waktu yang berbeda pun akan menimbulkan tantangan
hidup yang berbeda pada satu manusia.
Saat
masih ber status pelajar atau mahasiswa, tantangan hidup nya mungkin berupa
bagaimana bisa naik kelas dengan hasil bagus. Setelah ber keluarga tantangan
hidup pun berubah kembali menjadi bagaimana bisa mencari uang dan sebagainya.
Tantangan
hidup masuk dalam kategori austress, sedangkan tekanan hidup masuk ke dalam
distress. Kalau boleh dikatakan secara gampang austress masih tergolong
positif sementara distress tergolong negatif.
Stress
bisa saja mendadak muncul. Apa yang terjadi jika ada dokter memvonis anda
menderita kanker stadium 4? Anda akan menganggap nya sebagai austress atau
distress? sebaiknya anggap itu sebagai austress. sebagai suatu tantangan hidup
untuk bisa sembuh.
Tantangan
hidup diperlukan oleh setiap orang. Bayangkan jika seseorang sudah tidak
mempunyai tantangan hidup lagi. Orang itu bisa saja bunuh diri karena sudah
merasa sudah tidak memiliki harapan maupun target yang harus dicapai dalam
hidup ini.
Pernahkah
anda merasa bahwa untuk dapat menjalankan Buddha Dhamma dalam kehidupan
sehari-hari juga merupakan tantangan hidup? Apalagi jika ada seseorang yang
mempunyai tantangan untuk bisa mencapai tahap sotapana dalam kehidupan ini juga.
itu merupakan tantangan hidup yang memerlukan usaha yang besar sekali untuk
bisa menjawabnya.
Romo
dr. Ratna Surya Widya yang juga merupakan seorang dokter jiwa menguraikan
tentang tantangan hidup serta 4 cara untuk bagaimana menjawab tantangan hidup
tersebut. apa 4 hal yang harus dimiliki setiap orang dalam menjawab tantangan
hidup tersebut?
Dalam
ceramah Dhamma di vihara Pluit Dharma Sukha 2 Maret 2014, dr. Ratna Surya Widya
memberi tahu mengenai 4 hal tersebut yang harus di miliki oleh seseorang dalam
menjawab tantangan hidup nya.
6. Tukarkan Uang Anda Segera
Tukarkan Uang Anda Segera. Oleh: Bhante Kamsai Sumano Mahathera Mei 2014
Anda
sering mendengar bahwa uang tidak bisa anda bawa mati. benar sekali. Lalu apa
gunanya kita mencari uang banyak banyak di dunia ini? Jawaban pertanyaan itu
tentu saja akan sangat beragam, sesuai dengan pandangan dari si penjawab
terhadap manfaat memiliki uang yang banyak dalam dunia ini.
Jika
kita merencanakan untuk pergi ke negara lain, salah satu hal yang akan kita
lakukan adalah membawa uang sesuai dengan mata uang negara yang kita kunjungi.
Kita akan tenang pergi ke suatu negara jika sudah memegang mata uang negara
tersebut. Bhante Kamsai pernah mengalami kesulitan saat pertama kali tiba di
Indonesia tanpa membawa uang rupiah.
Kalau
hanya pergi ke negara lain, mudah saja menukarkan mata uang yang kita miliki.
Tinggal tukar di bank atau money changer. Kalau kita meninggal dan pindah ke
alam lain, mata uang apa yang berlaku di alam itu? Apakah ada sistim money
changer disana?
Kita
tidak bisa memastikan kapan kita akan meninggal. Sudahkah anda menyiapkan mata
uang alam lain? Mata uang alam lain yang sangat kita butuhkan adalah kebajikan.
Anda dapat menukarkan segera uang dan harta anda sebanyak-banyaknya dengan
kebajikan. Jika anda tidak mau menyiapkan nya juga tidak apa-apa. Tanpa
mata uang tersebut, maka anda akan dilahirkan di alam yang memang tidak
memerlukan mata uang kebajikan yaitu alam binatang, alam setan dan neraka.
Jadi
tukarkan uang anda segera. Gunakan uang anda untuk menanam kebajikan
sebanyak-banyaknya. Jadi secara tidak langsung anda bisa membawa uang anda ke
alam lain jika sudah ditukar dengan kebajikan.
7. Buddhism adalah Mentransformasi
Buddhism adalah Mentransformasi oleh Bhante Dr. Sumana Siri
Buddhism adalah mentransformasi dalam pengertian Agama
Buddha bukalah sekedar ajaran atau hanya memberikan informasi tetapi
mentransformasi atau membawa perubahan tentunya ke arah kebaikan. Demikian
dikatakan oleh Bhante Dr. Sumana Siri. Bhante Dr. Sumana Siri lahir di Malaka
dari orng tua pasangan suami istri Singapore. Umur 11 tahun ditahbiskan menjadi
Bhikkhu yang merupakan pertama kali terjadi di Singapore. Lebih lengkap
mengenai beliau dapat di cari lewat google dengan kata kunci Dr. Sumana Siri.
Bhante dr. Sumana Siri hadir di Indonesia atas
undangan dari Vihara pluit Dharma Sukha untuk memberikan ceramah dalam perayaan
Kathina tahun 2013 di VPDS Jakarta.
Kembali ke topik di atas, Agama Buddha adalah agama
yang membawa perubahan ke arah kebaikan. Dengan demikian seseorang yang mengaku
beragama Buddha haruslah dapat membawa perubahan ke arah kebaikan minimal dalam
lingkungan keluarga sendiri.
Banyak orang yang salah mengerti tentang agama Buddha.
Kesalahan itu pun terjadi pada penulis penulis Buddhis. Agama Buddha tidak lah
mengajarkan negativeisme maupun pesimisme. Agama Buddha menyelami dan mengakui
penderitaan justru untuk dapat melenyapkan penderitaan tersebut.
Dalam empat kesunyataan mulia hal tersebut sangat
jelas terlihat. Butir ketiga dari empat kesunyataan mulia menerangkan tentang
akhir dari Dukha atau penderitaan dan butir ke empat dari empat kesunyataan
mulia menerangkan dan mengajarkan kita bagaimana caranya atau jalan untuk
melenyapkan penderitaan.
Agama Buddha juga tidak melulu mengajarkan tentang
kehidupan setelah kematian ataupun hanya membicarakan Nibbana. Selain
mengajarkan kebahagiaan dari para rohaniwan Buddhis (para Bhikkhu/anggota
Sangha), Agama Buddha juga menerangkan tentang adanya empat kebahagiaan yang
dapat dimiliki oleh para umat perumah tangga atau umat awam.
Empat kebahagiaan para perumah tangga adalah:
- Kebahagiaan ketika menjadi kaya, memiliki banyak materi
- Kebahagiaan dalam memanfaatkan materi tersebut
- Kebahagiaan akibat tidak berhutang
- Kebahagiaan hidup tanpa cela.
Empat kebahagiaan para perumah tangga diatas
diterangkan oleh Bhante Dr. Sumana Siri dalam ceramah Dhamma pada perayaan
Kathina tahun 2013 Vihara Pluit Dharma Sukha
8. Merencanakan Keuangan Keluarga
Merencanakan
Keuangan Keluarga. oleh: D.S. Marga Singgih Vihara Pluit Dharma Sukha September
2014
Apakah
Buddha pernah mengajarkan bagaimana merencanakan keuangan keluarga? Selain
membagi penghasilan ke dalam empat bagian terpisah sesuai anjuran Buddha dalam
Sigalovada Sutta, apakah ada petunjuk lainnya? Dalam Sigalovada Sutta pun
sebenarnya Buddha sangatlah umum dalam memberikan petunjuknya. Buddha hanya
mengatakan untuk membagi empat bagian kekayaan kita dalam satu bagian untuk di
manfaatkan dalam kebutuhan hidup, dua bagian untuk usaha serta satu bagian lagi
untuk disimpan, sosial dan cadangan saat dibutuhkan. Tidak ada penjelasan
apakah masing masing bagian sebesar 25% atau bukan.
Saya
pribadi belum menemukan petunjuk lain dari Buddha yang lebih detail dalam hal
bagaimana mengatur kekayaan keluarga. Meskipun demikian Buddha tidak melarang
murid muridnya untuk mengumpulkan kekayaan. Tentu saja kekayaan yang didapatkan
lewat mata pencaharian yang benar seperti yang dijelaskan dalam jalan utama
ber-ruas delapan.
Jika
kita memahami dengan baik ajaran Buddha, meskipun tidak dijelaskan secara
langsung, Buddha menunjukkan bahwa uang yang kita miliki harus dapat menunjang
kita untuk bisa mengikis lobha (keserakahan), dosa (penolakan terhadap
sesuatu/kebencian) dan moha (kebodohan batin/ketidak mampuan melihat mana yang
berupa ajaran kebenaran dan bukan). Kekayaan kita pun seharusnya di pergunakan
sebaik baiknya sebagai penunjang kita dalam berlatih Sila, Samadhi agar dapat
menembus Panna.
Dalam
Kebaktian hari Minggu di Vihara Pluit Dharma Sukha, Bapak Marga Singgih
menjelaskan lewat pengalaman dan pengetahuan beliau, bagaimana kita dapat
merencanakan keuangan keluarga kita. Bagaimana sebaiknya kita mengelola
kekayaan keluarga kita. Bapak Marga Singgih dalam kehidupan sehari harinya
selain sebagai pembabar Dhamma yang aktif, juga merupakan seorang pengusaha.
Ceramah Dhamma bapak Marga Singgih di bantu dengan slide power point, namun
tanpa power point tersebut pun anda bisa mengerti apa yang dibabarkan oleh
bapak Marga Singgih tentang bagaimana merencanakan keuangan keluarga.
Ada
satu hal hukum mendasar dalam Buddhisme yang menyangkut apa yang dapat kita
peroleh yaitu anda tidak mungkin dapat memperoleh sebelum memberikan. Apa yang
anda dapatkan saat ini adalah hasil dari apa yang telah anda berikan. Apa yang
akan anda dapatkan nanti merupakan hasil dari apa yang telah anda berikan saat
ini. Silakan anda merenungkan hukum tersebut.
9. Kasih Sayang Ibu (Sebuah Renungan)
Kasih Sayang Ibu (Sebuah Renungan) oleh: Sri Pannavaro Mahathera
Ceramah Dhamma dengan tema kasih sayang ibu
oleh Bhante Sri Pannavaro Mahathera ini saya dapatkan dari sebuah audio CD yang
diterbitkan oleh DPP PATRIA. Tidak disebutkan dalam CD tersebut kapan dan
dimana khotbah ini dibawakan oleh beliau.
Dalam agama Buddha kedudukan seorang ibu
sangat lah istimewa. Dalam Mangala Sutta disebutkan bahwa menyokong ayah dan
ibu merupakan suatu berkah utama. Kita mungkin mengatakan bahwa kasih sayang
ibu adalah tema sangat sederhana, namun pada praktek kehidupan kita sehari-hari
apakah kita sungguh sungguh sudah menyadari besarnya kasih sayang ibu kita? dan
sudah berusaha untuk membalas budinya?. Jika merasa sudah membalas apakah
dengan cara yang benar?
Banyak kasus di sekeliling kita yang
menggambarkan putra putri yang tidak berbakti pada orang tuanya. Banyak alasan
yang menimbulkan hal itu. Bisa masalah ekonomi, masalah keluarga, bahkan
masalah agama juga bisa membuat seorang anak mengakibatkan orang tuanya menjadi
sedih dan menderita.
Cukup banyak kasus yang kita dengar karena
alasan seorang anak merasa agamanya yang paling benar dan agama orang tuanya
salah maka dia bisa mengancam untuk tidak mau mengurus orangtuanya sendiri jika
tidak ikut agamanya. Mungkin dia merasa niatnya baik. Tetapi niat itu benar
jika alasannya itu benar, dan dengan cara yang juga harus benar bukan dengan
paksaan atau ancaman yang justru membuat orangtuanya merasa menderita.
Agama Buddha juga mengajarkan bahwa untuk
dapat membalas budi kepada orang tua, maka seorang anak harus bisa membuat orangtuanya
mempunyai sila yang baik dan mengerti Dhamma serta hukum hukumnya. Tetapi
sepanjang pengetahuan saya itu bukanlah berarti bahwa seorang anak Buddhis baru
bisa membalas budi orangtuanya jika bisa membuat orangtuanya juga beragama
Buddha.
Menjalankan sila dan mempraktekkan Buddha
Dhamma serta hukum hukumnya tidak identik dengan harus beragama Buddha. Ada
orang yang bukan beragama Buddha namun pada prakteknya dia menjalankan sila dan
mengerti tentang yang baik akan berakibat baik dan melakukan yang buruk akan
berakibat buruk. Bandingkan dengan orang yang mengaku Buddhis tetapi tidak
menjalankan sila dan tidak mengerti ajaran Buddha. Mana yang Buddhis menurut
anda? Hidup sesuai Buddha Dhamma tidak perlu harus beragama Buddha. Buddha
Dhamma bukanlah berupa ritual keagamaan yang dangkal.
Mari kita kembali dalam topik Kasih Sayang
Ibu ini. Sebagai seorang anak Buddhis yang baik maka kita harus membalas budi
orangtua kita terutama ibu kita. Bhante Sri Pannavaro menerangkan caranya dalam
ceramah renungan kasih sayang ibu ini. Namun jika orangtua kita punya keyakinan
lain maka menurut hemat saya membalas budinya bukan dengan memaksanya menjadi
beragama Buddha tetapi mulai dengan memberikan contoh prilaku kita sendiri yang
baik kemudian secara perlahan lahan mengajarkan tentang sila dan Dhamma serta
hukum hukumnya. Jika kita bisa membuat orangtua kita hidup sesuai Buddha Dhamma
maka kita sudah membalas budi mereka.
10. Membantu Orang Tua Menghadapi Kehidupan
Membantu Orang Tua Menghadapi kehidupan.
Oleh: Rudy Arijanto
Apakah yang dimaksud dengan membantu orang
tua menghadapi kehidupan dalam ceramah Dhamma kali ini? bukankah Membantu orang
tua kita dalam menghadapi kehidupan merupakan hal yang sudah jelas dan
merupakan tanggung jawab kita sebagai putra putrinya.
Sebenarnya maksud saya adalah membantu orang
tua kita dalam menghadapi kehidupan sebagai lansia. Kalau lebih tepatnya adalah
membantu orang tua kita menghadapi kematian. Walaupun sebagai Buddhis kita
tidaklah boleh alergi membicarakan tentang kematian. Buddha malah mengatakan
kita harus kerap kali merenungkan tentang kematian. Namun agar tidak terlalu
menyeramkan bagi sebagian orang yang membaca, maka judulnya saya perlunak
menjadi membantu orang tua menghadapi kehidupan.
Bapak Rudy Arijanto dalam ceramah Dhamma di
awal tahun 2014 di Vihara Pluit Dharma Sukha mengingatkan kita bahwa usia kita
sudah bertambah satu tahun. Secara tersirat ini juga berarti kita satu tahun
semakin dekat menuju kematian. Bagi kita yang sudah berumur atau yang masih
mempunyai orang tua yang sudah uzur/lansia, apa yang harus kita perhatikan
dengan makin dekatnya kita menuju kematian?
Lebih dari tiga puluh tahun yang lampau saat
saya berada di Cetiya gang Jago Petak Sembilan Jakarta, Saya mendengar obrolan
beberapa orang yang tengah membicarakan tujuan hidup manusia. Satu orang
mengatakan sebenarnya tujuan manusia tentu saja berbeda-beda, tetapi ada satu
tujuan hidup yang sama yang harus dimiliki oleh semua orang. Tujuan hidup
manusia itu adalah untuk mempersiapkan kematian. Obrolan itu berkesan dalam
pikiran saya sehingga masih saya ingat sampai sekarang. saya masih samar bisa
mengingat wajah orang tersebut, tetapi saya sudah lupa namanya, karena tidak
akrab dengan orang tersebut.
Kita boleh sibuk mengejar cita cita dan
tujuan hidup kita yang lainnya tetapi apakah kita masih meluangkan waktu untuk
mempersiapkan tujuan hidup kita yang mendasar yaitu mempersiapkan kematian
kita.
Sebagai Buddhis yang baik tentu saja kita
sudah maklum apa yang harus kita persiapkan untuk menghadapi kematian. Jika
kita masih mempunyai orang tua, apa yang bisa kita lakukan untuk membantu
mereka menghadapi kematian?
Bapak Rudy Arijanto menjelaskan ada 4 hal
yang bisa kita lakukan sebagai anak untuk membantu orang tua kita dalam
menghadapi kehidupan lanjut usia mereka. Tentu saja sebagai Romo yang banyak
mengerti tentang tradisi Tionghoa, beliau juga sempat menyelipkan tentang
tujuan serta makna dari beberapa tradisi atau kebiasaan orang Tionghoa. Tradisi
ini sering di salah mengerti oleh orang yang menjalankannya, apalagi bagi orang
yang sekedar melihat kegiatan tersebut. Hal itu bisa dimaklumi karena mereka
hanya mengikuti apa yang dilakukan oleh para orang tua pendahulu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar